Panglima TNI : Pengadaan Sukhoi mendesak


Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, merasa kebutuhan pesawat tempur Sukhoi SU-35 sudah mendesak. Pasalnya, ada skuadron di TNI Angkatan Udara yang lebih dari 18 bulan tidak terbang karena ketiadaan pesawat tempur.

"Kami punya status skuadron tidak beroperasional sama sekali dan kasihan penerbangnya. Satu tahun tidak terbang dia harus berlatih lagi kurang lebih empat bulan, sekarang bayangin kalau sudah 18 bulan," kata Gatot di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (8/9).

Gatot tidak menyebut secara detil satuan komando yang absen mengudara hingga 18 bulan. Hanya saja, dia menjelaskan, unit itu ditutup karena TNI memutuskan tidak mengoperasikan lagi pesawat tempur F5 E. Setelah pengadaan Sukhoi rampung, Gatot berencana mengganti peralatan tempur untuk itu dengan pesawat pabrikan Rusia itu.

"Kalau untuk penggantinya Sukhoi 35 sampai sekarang, belum ada kejelasan (mengenai imbal dagang -red), tapi mudah-mudahan Departemen Ketahanan (Kementerian Pertahanan) dan Kementrian Perdagangan mencintai TNI sehingga cepat mewujudkannya," ujarnya.

Sebagai informasi, Rusia sepakat untuk menjual 11 unit pesawat Sukhoi-35 senilai 1,14 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15,162 triliun (kurs Rp 13.300) kepada Indonesia. Namun, skema perjanjian pembelian yang ditawarkan Indonesia kepada Rusia adalah imbal dagang alias membayar dengan sejumlah komoditi tertentu yang disepakati Rusia.

Nilai imbal dagang yang disepakati kedua belah pihak adalah 50% dari kontrak nilai jual 11 unit pesawat SU-35. Jumlahnya sekitar 570 juta dolar AS atau Rp 7,5 triliun (kurs Rp 13.300).

Kementerian Perdagangan sendiri telah mengajukan lebih dari 20 daftar komoditas kepada Rusia. Komoditas Indonesia tersebut diantaranya terdiri dari pilihan berupa karet olahan dan turunannya, CPO dan turunannya, mesin, kopi dan turunannya, kakao dan turunannya, tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan, furnitur, kopra, plastik dan turunannya, resin, kertas, rempah-rempah, produk makanan dan olahannya, produk industri pertahanan, dan produk lainnya.

Tetapi hingga kini Rusia belum memilih satupun komoditas yang ditawarkan Indonesia. Negosiasi antara kedua negara masih berlangsung.
Sumber : Kumparan

Comments